Sabtu, 12 Mei 2012

Fanfiction - different


Title: different
Genre: history, family, fantasy (maybe ada genre terselubung yang laen*plak)
Rating: G (^_^)
Author: mikiCHII yumekawa
Cast: marius yo(SZ), hiruda yo(OC)
Summary: “semua yang ada di masa lalu dan masa kini itu saling berhubungan…”
.
.
.
Hiruda POV
                “Burung hitam, datanglah… bawa persembahan kami pada kami-sama yang mulia, katakana padanya bahwa kami membutuhkan pertolongan, pertolongan untuk desa kami, wahai burung hitam yang agung-bawalah pesan kami, satu nyawa di abad ini….”
“hiruda…kau tak perlu memaksakan dirimu….kau boleh tinggal nak…”
Wanita itu mengelus rambut hitam panjangnku. Dia-wanita berusia sekitar 80 tahun, atau yang biasa kusebut nenek, aku sedih…sekarang benar-benar giliranku…akulah gadis miko-orang yang sudah sepantasnya menjadi persembahan. Aku tak perlu membantah, toh memang inilah takdirku. Tak ada yang bisa kulakukan…
                Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju tempat itu, tempat dimana pola bintang yang sangat besar tergambar. Semuanya merah, bahkan api sudah mulai mengelilingi pola itu. Meskipun panas, diambah lagi dengan kimono tebal yang kugunakan saat ini. Aku tetap berusaha tersenyum, mencoba mengatakan pada nenekku bahwa aku baik-baik saja. Padahal sudah jelas, SEMUANYA takkan baik-baik saja…
“kau siap miko?”
Tanya wanita yang tadi mengucapkan kalimat-kalimat aneh. Aku menarik nafas dalam kemudian mengangguk.
“hai’!”
Api itu kini kian membesar melahap tubuhku yang lumayan kecil ini. Dan tiba-tiba…
“HIRUDA!! HIRUDA!!! NONA! TOLONG HENTIKAN INI SEMUA! GADIS ITU ANAKKU!!!”
Setidaknya suara itulah yang dapat didengar oleh telingaku. Suara wanita yang paling sering kudengar. Okaa-san…
Tapi kurasa semua teriakan itu sia-sia, karena kemudian semuanya makin gelap. Tak satupun cahaya menerangi diriku. Gelap…
                …aku orang yang tak berguna…aku adalah persembahan yang ditolak oleh dewa….
                                                                                                ***
                “hiru!!! Bangun woy!!”
Ukh! Seseorang mengguncang bahuku kuat-kuat. Sesekali ia tertawa. Aku mulai membuka mataku. Tampaklah makhluk yang paling menyebalkan di dunia ini tersenyum jahil di hadapanku.
“marius!! Apa yang kau lakukan??”
Jeritku marah. Namun tawanya malah semakin menjadi. Ia berkeliling-keliling ruangan dengan keitai di tanganya. Kurasa ia bermaksud memamerkan sebuah foto padaku. Aku mulai mengikuti kemanapun arah kamera itu.
“ahahaha! Aku dapat foto hiru saat tidur!! Ahahaha!”
Makhluk menyebalkan berlebel marius itu terus mengejekku tanpa henti. Setelah sadar bahwa sebentar lagi aku akan meledak, ia segera angkat kaki dari kamar sambil terus tertawa penuh kemenangan. Aku mengepalkan tangan kuat-kuat. Bocah iniii!!!
“kaachan!! Lihat!!! Marius mengangguku lagi!!!”
Adu-ku pada wanita paruh baya yang sedang memasak. Wanita yang kusebut kaachan itu menoleh dan menatap marius dengan kesal.
“marius! Apa yang kau lakukan! Berhenti menganggu anak perempuan!!”
Marah kaachan lalu mendatangi marus yang sedang mengutak-atik keitainya. Tak lama kemudian, sebuah jeweran mendarat ditelinga orang menyebalkan itu. Ia meringis kesakitan. Dan aku tertawa senang karena dendamku terbalaskan.
“itai!! Kaachan!! Sakit!!”
Erang marius. Kaachan melepaskan jeweranya walaupun dengan wajah kesal.
“ah! Sudahlah! Kalian beruda itu anak kembar! Jangan suka bertengkar! Sekarang, marius! Pergi belikan ibu daging! Dan hiru! Belikan ibu sayuran!cepat sana!”
Perintah kaachan sambil memberikan beberapa lembar uang pada kami. Aku memajukan bibir beberapa senti. Begitu juga engan marius yang ada di sampingku sambil teruss memegangi telinganya yang memerah. Kupikir dia sudah menyerah! Tapi ternyata dia masih menggangguku! ia menekan-nekan pipiku dengan jari telunjuknya! Aish!! Anak ini benar-benar menyebalkan!
“nanti ya kaachan! Hiru belum mandi! Aku bareng hiruda aja!!”
Kata marius. Kaachan mendesah pelan kemudian meninggalkan kami berdua. Aku tak ingin berdebat denganya lagi! Lebih baik aku segera mandi dan berangkat ke toko sayur seperti yang dikatakan kaachan.
                                                                                                ***
                “mari!! Kau kan kesebelah sana!!”
Kataku pada marius sambil menendang-nendang pelan sepedanya agar menjauh dariku. Hebatnya, sepedanya tetap berjalan lurus menski lama kelamaan aku menendang sepedanya makin kuat. Ia malah menatapku dengan tatapan datar.
“ih! Apa sih maumu? Lebih baik kita sama-sama kan?”
Kata marius. Aku mengangkat alis tinggi-tinggi. Sejak kapan marius senang bersama denganku? Kupikir dia membenciku!
“eh? Petir apa yang menyambarmu? Atau kau sedang sakit ya? Ah! Kau pasti sakit karena alergi serbuk bunga!!”
Ejekku mengingat ia memang alergi serbuk bunga. Ia menghentkan sepedanya dan menatapku tajam, sesuatu yang jarang kulihat seumur hidupku. Refleks, aku ikut menghentikan laju sepeda merahku, dan balik menatapnya.
“aish!! Kau ini! Kau tidak mau kubantu ya? Yasudah!”
Rajuk marius membuatku ingin tertawa. Tapi niat itu kuurungkan saat melihat iamulai memutar sepedanya.
“AH! Baiklah! Baiklah! Kau ini memang makhluk menyebalkan!”
Akhirnya aku mengalah. Kulihat senyuman muncul di wajah marius membuatku sedikit tenang. Aku menyenggol tanganya dan mengajaknya untuk bergerak lebih cepat. Ia kembaali tersenyum dan mengangguk.

                Marius POV

                Eh? Apa yang mebuatku bersikeras menemaninya seperti tadi? Apa ini tekdir karena mungkin saja di tengah jalan nanti aku mendapatkan ide baru untuk menjahilinya? Ah! Tapi kurasa itu mustahil! Atau mungkin ini perintah hantu yang disuruh kaachan untuk mendamaikanku dengan hiru? Aku tau! Itu lebih konyol lagi kan? Yasudahlah…mungkin saja ini ajakan hiru secara tak langsung!
“paman…sayur disini ambil dari mana? Hijau sekali!”
Kata hiruda di hadapan paman penjual sayur langganan kami itu. Mungkin lebih tepatnya hiruda mencoba merayu paman itu agar mendapat potongan harga dan dapat membeli es krim untuk di pamerkan padaku! Paman penjual sayur itu tersenyum
“dari desa yang jauh dari sini! Desa itu sangat subur! Katanya, dua belas tahun lalu ada banjir…lalu sejak saat itu, tanahnya sangat subur!”
Cerita paman gendut itu antusias. Hiruda Nampak tertarik mendengar ceritanya. Sementara aku hanya mencibir karena menganggap cerita itu hanya karangan belaka.
“memang kenapa banjir paman?”
Tanyaku sok peduli. Padahal dalam hati aku membatin ‘pasti cerita paman ini bohong!’
“dulu, desa itu memberikan persembahan untuk dewa…tapi karena darah miko desa itu tak sesuai harapan, dewa mengamuk dan mendatangkan banjir kedesa itu!”
Oke, cerita paman gendut ini making mangada-ada. Mana ada orang yang rela dijadikan persembahan untuk dewa yang belum tentu ada begitu? Kecuali jika si miko memiliki gangguan tertentu.
“oh~ sugoii…”
Puji hiruda terkagum-kagum
“kira-kira seperti apa miko-nya paman?”
“paman tidak tau, tapi menurut cerita…miko itu gadis kecil seumuran kalian!”
Hiruda mengangguk-angguk, sementara aku yang mulai bosan lantaran percakapan di hadapanku sama sekali tak menarik apalagi masuk akal. Aku memainkan benda-benada hijau di hadapanku.
“iih!! Marius! Jangan rusak daganganya!!”
Hardik hiruda sambil mencubit pelan lenganku. Aku hanya meringis kesakitan, menjauh dari benada hijau bernama sayur iu, kemudian mengendarai sepedaku kembali. Aku mengayuh sepedaku mendahului hiruda yang masih kesusahan membawa sayuran yang sangat banyak itu.
“marii!! Kau ini! Bantu aku! Apa gunanya kau disini kalau tak membantuku”
Panggil hiruda kesal. Aku memutar sepedaku dengan malas untuk menjangkau bungkusan plastik dari tangan hiruda..tapi sebelum semua itu terjadi…
BRAK!!!
Hening…
                                                                                ***

                Tangaku bergetar hebat. Semua mimpi burukku terjadi. Ini semua salahku! Andai aku tak mengabaikanya, andai aku sedikit lebih peduli denganya! Semua mimpi burukku ini takkan terjadi!! Lihatlah kenyataanya sekarang!
Hiruda, saudaraku yang paling kusayangi, orang yang paling berharaga dalam hidupku! Kini malah terbaring lemah tak berdaya dalam ruang berbau alkohol itu. Tak terhitung berapa jumlah luka yang merusak kulit mulusnya! Aku menyesal, meskipun kaachan sejak tadi terus menenangkanku dan berkata semua bukan kesalahanku. Aku tetap terbebani. Dia terluka karena aku..
                Aku berjalan menjauhi ruanganya. Aku tak sanggup melihat kesusahanya lebih jauh lagi. Di setiap langkah kakiku, aku hanya menunduk, merenungkan apa yang terjadi hari ini. Aku melewati sekerumunan orang-orang yang sedang terdiam, suasana sangat tegang.
dia tak seharusnya disini anak muda..dia sudah seharussnya pergi…relakan saja…”
Aku tercegang mendapati seorang wanita tua. Bahkan sangat tua telah berdiri di hadapanku. Matanya yang penuh belas kasih kini terlihat menajan saat menatap mataku.aku menegakkan kepala, kemudian membungkuk mmeberi hormat.
“maaf, apa maksud nenek?”
Tanyaku. Wanita itu kembali menatapku miris.
gadis itu milik kami…relakan dia untuk kami…dia tak seharusnya disini…”
Ucap nenek itu sedih. Jujur, aku tak tega melihat wanita yang kelewat tua memasang wajah sedih begitu seolah memohon padaku. Tapi…apa yang bisa kulakukan? Wanita ini bicara apa saja aku tak  mengerti! Aku mendekati wanita tua itu untuk meminta penjelasan akan maksud kalimatnya. Tapi belum sempat aku menanyakan, sosok wanita tua itu sudah menghilang diantara kerumunan..
                Apa maksudnya? Siapa gadis yang dimaksud nenk itu? Kenapa nada icaranya seolah-olah berkata aku harus mengembalikan seseorang? Jangan-jangan nenek itu…
                -----
                Aku berlari sekuat yang aku bisa menuju satu titik. Setelah menaiki kereta selama beberap jam, akhirnya aku sampai ke desa itu. Aku tau, tak pantas bagiku-anak berusia 12 tahun-datang sendirian dengan kereta ke desa antah berantah yang bahkan asal-usulnya saja tak kuketahui. Apalagi aku pergi saat hiruda—saudaraku sendiri—sedang terbaring lemas di rumah sakit yang jauh dari sini.
                Aku memacu langkahku lebih kencang lagi. Hingga akhirnya aku berhenti di sebuah lokasi yang bisa dikatakan sangat luar biasa!
Sebuah pola bintang yang sangat besar dan berwarna merah ada di sana. Kurasa semua itu darah, melihat betapa pekatnya warna merah yang ada disana..
“apa…kau miko itu hiru?...”
Tanpa kusadari…cairan bening itu mulai mengalir melewati pipiku. Sudah cukup…lima hari sudah hiruda terbaring di rumah sakit. Aku tak mau lagi hiruda merasakan sakit yang lebih dari ini…lebih baik aku saja yang merasa sakit…

                                                                                ***
Hiruda POV

                “hiruda…hiruda adalah anak okaa-san…kembali pada okaa-san nak..kembalilah…”
Dare? Dare omae wa? Siapa yang memanggilku? Siapa? Kaachan? Apa itu kaachan? Siapa?
Aku menyapu sekelilingku dengan pandangan. Terang, sangat terang. Semuanya menyilaukan sepasang mataku. Tapi ada sosok di depan sana, sosok yang ada di sisi gelap lokasi anatah brantah ini. Siapa? Sosok itu terlihat sangat gelap. Ternyata dia, dia yang menyerukan namaku.
“hiruda bukan miko…hiruda anak okaa-san, ayo kembali nak, kembali ke dimensi-mu sendiri”
Sosok itu terus memanggilku dengan kalimat tak jelas. Aku sama sekali tak mengerti! Sosok itu bercerita tantang dimensi, dan mengajakku untuk kembali! Seseorang! Kumohon jelaskan padaku apa maksud semua kalimat sosok ini!
“siapa? Apa maksudmu?”
Tanyaku tak sabar. Dalam hati aku cemas, tak ada seorangpun disini kecuali diriku dan sosok itu. Sosok it uterus mendekat. Lama kelamaan wajahnya tertangkap oleh mataku ini. Sesosok wanita..
“kau..kau bukan kaachan…”
Tudingku. Wanita itu memasang wajah sedihnya. Siapa sebenarnya wanita ini? Kenapa ia begitu ingin aku kembali padanya?
“kita salah hiruda…dua belas tahun lalu, kau jadi persembahan untuk desa kita.tapi kita salah, kau bukan miko desa kita, kami-sama menolakmu dan membuangmu ke dimensi lain, okaa-san mohon, kembali ke dimensimu sendiri… tempat dimana kau benar-benar berasal, tempat dimana kamu dilahirkan.”
Wanita itu terus bercerita. Meskipun aku belum benar-benar tau apa yang dimaksud wanita paruh baya ini. Wanita itu mengulurkan tanganya dan menggenggam tanganku, ia menarikku dan mengajakku ke cahaya yang lebih besar…
Ketika tiba-tiba, sepasang tangan yang lain juga melakukan hal yang sama, bedanya, ia menarikku mundur, menjauhi cahaya besar itu.
“kau milikku hiruda…kau punya darah yang sama denganku…kau seharusnya bersamaku…”
Marius…pemilik sepasang tangan itu adalah marius…marius saudara kembarku, marius orang yang paling berharga bagiku, dan marius yang berarti segalanya bagiku…ia menatapku dengan tatapa yang tak sepert biasanya, tatapan yang sangat teduh dan penuh kasih, membuatku tenang saat ia menarikku kembali ke posisi semula.
                “ayo kita kembal hiruda…”

                                                                             ***
Author POV

“itu semua darah penduduk desa kami…”
Ucap wanita tua yang sedang berdiri di hadapan marius itu. Tampak sedikit ekspresi ketakutan di wajah penuh keriputnya. Marius mendongak dengan mata yang masih berair.
“nande?”
Tanya marius seraya menghapus air mata yang terus keluar lewat sudut mataya. Wanita tua itu terus berusaha tersenyum.
“untuk menyerahkan persembahan…kami butuh lambang itu, dan kami membuatnya dari darah para penduduk desa….dan sekarang, seharusnya hiruda bisa kembali ke dimensi asalnya…bagaimana?”
Marius kembali menunduk, semua cerita itu..kini dipercayainya. 100 persen dipercayainya! Kenapa? Apa karena semua ini memang nyata?
“apa yang terjadi jika dia kembali ke dimensinya?”
Wanita itu tersenyum pilu mendengar pertanyaan marius.
“raganya yang ada di sini saat ini, akan terlepas dari jiwanya…”
Jawab wanita tua itu perlahan. Marius terenyak. Ia sama sekai tak rela hiruda diambil begitu saja! Marius segera bangkit, mensejajarkan tinggi badanya dengan wanita tua itu.
“aku..takkan melepaskan hiruda pada kalian begitu saja…maafkan aku..”
Marius berlari sekenang-kencangnya. Semuanya tak boleh terlambat! Hiruda tak boleh pergi! Hiruda harus kembali lagi ke sisinya-tersenyum sinis lagi padanya, menunjukkan wajah kesal lagi padanya. Marius tak sedikitpun rela jika hiruda harus diambil dari sisinya.

                                                                                ***

                “KAACHAN! TOUCHAN!! MANA HIRUDA???”
Pekik marius sekan tak sadar bahwa ia berada di dalam rumah sakit. Ia menerjang masuk ke ruangan hiruda.
“marius! Apa yang kau lakukan? Hiruda masih keritis!!”
Jerit ibunya tak kalah keras. Sementara ayahnya sekuat tenaga mencegah anak sulungnya untuk tidak masuk ke ruangan dimana hiruda di rawat. Namun marius tetap bersikeras, hingga akhirnya ia berhasil lepas darii cengkraman ayahnya. Marius menghampiri hiruda dengan tak sabar, ditatapnya wajah hiruda yang penuh luka.
“hiruda…bangun…kamu milik kami…sudah seharusnya kamu disini…”
Tangis marius. Kedua orang tuanya hanya menatap miris adegan di hadapan mereka.
“kau milikku hiruda, kau punya darah yang sama denganku…sudah seharusnya kau bersamaku..”
Marius terus menangis. Ia tak berhenti menggenggam tangan hirunda hingga akhirnyaa jemari hiruda bergerak, kedua mata gadis manis itu terbuka sedkit demi sedikit. Senyuman marius melebar.
“hiruda…yokatta…akhirnya kau bangun juga”
“marius…aku mau disini saja, bersama kalian…”
Bisik hiruda lirih. Kini semua keluarga mereka sudah berkumpul. Hiruda menatap wajah setiap keluarganya satu persatu.
“kaachan, touchan….aku sangat senang jadi anak kalian…aku ingin disini terus..selamanya…”
Semuanya mengangguk senang. Air mata terus membanjir. Namun kali ini adalah air mata kebahagiaan.
                                                                     -[epilog 1]-

                “iihh!! Marius! Kenapa aku harus naik sepeda denganmu sih??”
Gerutu hiruda sembari membetulkan letak tas punggungnya. Marius hanya tersenyum kecil tanpa dapat dilihat oleh hiruda.
“Karena sepeda merahmu hancur kan? Kau mau berjalan kaki?”
Ejek marius. Hiruda memanyunkan bibirnya. Kemudian memukul punggung marius kesal.        
“aish!! Kau ini!! Aku serius!”
Rajuk hiruda.
“itai! Baiklah-baiklah! Kata touchan, aku harus memboncengmu”
Akhirnya marius mengalah.
“memang ada yang bisa jamin kalau bersamamu aku akan aman?”
“ya tidak sih!”
“jadi?”
“ya tidak apa-apa…”
“eh? Memangnya kapan touchan dan kaachan berkata begitu?”
“tidak sih…mereka tak pernah bilang begitu!”
Marius tertawa kecil karena berhasil membuat saudara kembarnya kesal..
“iihh!! Marius!! Aku serius! Memangnya kau bisa menjamin aku akan aman kalau bersamamu?”
Keluh hiruda sebal. Marius kembali tertawa, kali ini lebih puas!
“aku tak bisa jamin, tapi demi apapun akan kuusahakan…”
Balas marius. Kali ini hiruda terdiam. Hatinya tersntuh mendengar ucapan saudaranya barusan.
“ah! Kau mau merayuku ya? Kau mau es krim rasa apa hah?”
Kata hiruda menahan senyum.
“kau ada di sini saja, sudah seperti es krim…”
Jawab marius. Mereka tertawa diatas sepeda biru yang terus berjalan mendekati sekolah mereka…

                                                                      -[owari]-

Ah! Ini aneh, tapi mari kita berandai-andai gimana kalo hiruda lebih milih kembali ke dimensi sebelumnya…mari kita cekidot!*ditendang*

                                                                    -[epilog 2]-

                                Marius berjalan sambil menatap ujung sepatunya…sepi, andai hiruda masih ada,
 
pastilah ia tak perlu kesepian seperti ini. Marius terus menunduk hingga tanpa ia sadari, ia menabrak seorang wanita berusia sekitar 24 tahun. Wanita itu teramat sangat manis.
“ah! Sumimase…”
Belum sempat marius berkata-kata, ia tak mampu melanjutkan karena mendapati wajah wanita manis itu. Familiar….tenggorokan marius tercekat.
“hiru…hiruda…”
Gumma marius sangat pelan. Wanita itu tampak sangat terkejut.
“apa aku mengenalmu?”
Tanya wanita itu. Marius langsung tersadar dan menggeleng.
“iie…bisa berkenalan?”
Marius mengulurkan tanganya. Dan dengan wajah bingung, wanita itu membalas uluran tangan si wanita manis.
“marius yo…”
Ucap marius berusaha tersenyu,.
“un…hiruda riyoko desu…”
                                                                   -[owari]-
                Yeeeiii!!! MARI KITA TENDANG AUTHOR BERSAMA-SAMAA!!! APAAN MAKSUDNYA BIKIN CERITA GEJE KAYAK BEGINI?? HAH??? ABAL BANGET TAU KAGAK???
Hyuh, oke deh. Author minta maaf yang sebesar-besarnya. Apalagi sama semua yang terlibat di dalam fanfic ini, aku mohon ampuunn!!! Ampuunn!! Silahkan komen untuk protes. Saya terima dengan lapang dada kok! :”( ni ff jujur aja, pendek banget! Ah! Dan endingnya terserah kalian mau yang mana. Soalnya ada dua macem!
Oke, arigaCHUU <3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar