Title: different
Genre: history, family, fantasy
(maybe ada genre terselubung yang laen*plak)
Rating: G (^_^)
Author: mikiCHII yumekawa
Cast: marius yo(SZ), hiruda yo(OC)
Summary: “semua yang ada di masa lalu dan masa kini itu saling berhubungan…”
.
.
.
Hiruda
POV
“Burung hitam, datanglah… bawa
persembahan kami pada kami-sama yang mulia, katakana padanya bahwa kami
membutuhkan pertolongan, pertolongan untuk desa kami, wahai burung hitam yang
agung-bawalah pesan kami, satu nyawa di abad ini….”
“hiruda…kau
tak perlu memaksakan dirimu….kau boleh tinggal nak…”
Wanita
itu mengelus rambut hitam panjangnku. Dia-wanita berusia sekitar 80 tahun, atau
yang biasa kusebut nenek, aku sedih…sekarang benar-benar giliranku…akulah gadis
miko-orang yang sudah sepantasnya menjadi persembahan. Aku tak perlu membantah,
toh memang inilah takdirku. Tak ada yang bisa kulakukan…
Dengan langkah gontai, aku
berjalan menuju tempat itu, tempat dimana pola bintang yang sangat besar
tergambar. Semuanya merah, bahkan api sudah mulai mengelilingi pola itu.
Meskipun panas, diambah lagi dengan kimono tebal yang kugunakan saat ini. Aku
tetap berusaha tersenyum, mencoba mengatakan pada nenekku bahwa aku baik-baik
saja. Padahal sudah jelas, SEMUANYA takkan baik-baik saja…
“kau
siap miko?”
Tanya
wanita yang tadi mengucapkan kalimat-kalimat aneh. Aku menarik nafas dalam
kemudian mengangguk.
“hai’!”
Api
itu kini kian membesar melahap tubuhku yang lumayan kecil ini. Dan tiba-tiba…
“HIRUDA!!
HIRUDA!!! NONA! TOLONG HENTIKAN INI SEMUA! GADIS ITU ANAKKU!!!”
Setidaknya
suara itulah yang dapat didengar oleh telingaku. Suara wanita yang paling
sering kudengar. Okaa-san…
Tapi
kurasa semua teriakan itu sia-sia, karena kemudian semuanya makin gelap. Tak
satupun cahaya menerangi diriku. Gelap…
…aku orang yang tak berguna…aku
adalah persembahan yang ditolak oleh dewa….
***
“hiru!!!
Bangun woy!!”
Ukh! Seseorang mengguncang bahuku
kuat-kuat. Sesekali ia tertawa. Aku mulai membuka mataku. Tampaklah makhluk
yang paling menyebalkan di dunia ini tersenyum jahil di hadapanku.
“marius!! Apa yang kau lakukan??”
Jeritku marah. Namun tawanya malah
semakin menjadi. Ia berkeliling-keliling ruangan dengan keitai di tanganya.
Kurasa ia bermaksud memamerkan sebuah foto padaku. Aku mulai mengikuti
kemanapun arah kamera itu.
“ahahaha! Aku dapat foto hiru saat
tidur!! Ahahaha!”
Makhluk menyebalkan berlebel marius
itu terus mengejekku tanpa henti. Setelah sadar bahwa sebentar lagi aku akan
meledak, ia segera angkat kaki dari kamar sambil terus tertawa penuh
kemenangan. Aku mengepalkan tangan kuat-kuat. Bocah iniii!!!
“kaachan!! Lihat!!! Marius
mengangguku lagi!!!”
Adu-ku pada wanita paruh baya yang
sedang memasak. Wanita yang kusebut kaachan itu menoleh dan menatap marius
dengan kesal.
“marius! Apa yang kau lakukan!
Berhenti menganggu anak perempuan!!”
Marah kaachan lalu mendatangi marus
yang sedang mengutak-atik keitainya. Tak lama kemudian, sebuah jeweran mendarat
ditelinga orang menyebalkan itu. Ia meringis kesakitan. Dan aku tertawa senang
karena dendamku terbalaskan.
“itai!! Kaachan!! Sakit!!”
Erang marius. Kaachan melepaskan
jeweranya walaupun dengan wajah kesal.
“ah! Sudahlah! Kalian beruda itu
anak kembar! Jangan suka bertengkar! Sekarang, marius! Pergi belikan ibu
daging! Dan hiru! Belikan ibu sayuran!cepat sana!”
Perintah kaachan sambil memberikan
beberapa lembar uang pada kami. Aku memajukan bibir beberapa senti. Begitu juga
engan marius yang ada di sampingku sambil teruss memegangi telinganya yang
memerah. Kupikir dia sudah menyerah! Tapi ternyata dia masih menggangguku! ia
menekan-nekan pipiku dengan jari telunjuknya! Aish!! Anak ini benar-benar
menyebalkan!
“nanti ya kaachan! Hiru belum
mandi! Aku bareng hiruda aja!!”
Kata marius. Kaachan mendesah pelan
kemudian meninggalkan kami berdua. Aku tak ingin berdebat denganya lagi! Lebih
baik aku segera mandi dan berangkat ke toko sayur seperti yang dikatakan
kaachan.
***
“mari!!
Kau kan kesebelah sana!!”
Kataku pada marius sambil
menendang-nendang pelan sepedanya agar menjauh dariku. Hebatnya, sepedanya
tetap berjalan lurus menski lama kelamaan aku menendang sepedanya makin kuat.
Ia malah menatapku dengan tatapan datar.
“ih! Apa sih maumu? Lebih baik kita
sama-sama kan?”
Kata marius. Aku mengangkat alis
tinggi-tinggi. Sejak kapan marius senang bersama denganku? Kupikir dia
membenciku!
“eh? Petir apa yang menyambarmu?
Atau kau sedang sakit ya? Ah! Kau pasti sakit karena alergi serbuk bunga!!”
Ejekku mengingat ia memang alergi
serbuk bunga. Ia menghentkan sepedanya dan menatapku tajam, sesuatu yang jarang
kulihat seumur hidupku. Refleks, aku ikut menghentikan laju sepeda merahku, dan
balik menatapnya.
“aish!! Kau ini! Kau tidak mau
kubantu ya? Yasudah!”
Rajuk marius membuatku ingin
tertawa. Tapi niat itu kuurungkan saat melihat iamulai memutar sepedanya.
“AH! Baiklah! Baiklah! Kau ini
memang makhluk menyebalkan!”
Akhirnya aku mengalah. Kulihat
senyuman muncul di wajah marius membuatku sedikit tenang. Aku menyenggol
tanganya dan mengajaknya untuk bergerak lebih cepat. Ia kembaali tersenyum dan
mengangguk.
Marius
POV
Eh?
Apa yang mebuatku bersikeras menemaninya seperti tadi? Apa ini tekdir karena
mungkin saja di tengah jalan nanti aku mendapatkan ide baru untuk menjahilinya?
Ah! Tapi kurasa itu mustahil! Atau mungkin ini perintah hantu yang disuruh
kaachan untuk mendamaikanku dengan hiru? Aku tau! Itu lebih konyol lagi kan? Yasudahlah…mungkin
saja ini ajakan hiru secara tak langsung!
“paman…sayur disini ambil dari
mana? Hijau sekali!”
Kata hiruda di hadapan paman
penjual sayur langganan kami itu. Mungkin lebih tepatnya hiruda mencoba merayu
paman itu agar mendapat potongan harga dan dapat membeli es krim untuk di
pamerkan padaku! Paman penjual sayur itu tersenyum
“dari desa yang jauh dari sini!
Desa itu sangat subur! Katanya, dua belas tahun lalu ada banjir…lalu sejak saat
itu, tanahnya sangat subur!”
Cerita paman gendut itu antusias.
Hiruda Nampak tertarik mendengar ceritanya. Sementara aku hanya mencibir karena
menganggap cerita itu hanya karangan belaka.
“memang kenapa banjir paman?”
Tanyaku sok peduli. Padahal dalam
hati aku membatin ‘pasti cerita paman ini bohong!’
“dulu, desa itu memberikan
persembahan untuk dewa…tapi karena darah miko desa itu tak sesuai harapan, dewa
mengamuk dan mendatangkan banjir kedesa itu!”
Oke, cerita paman gendut ini making
mangada-ada. Mana ada orang yang rela dijadikan persembahan untuk dewa yang
belum tentu ada begitu? Kecuali jika si miko memiliki gangguan tertentu.
“oh~ sugoii…”
Puji hiruda terkagum-kagum
“kira-kira seperti apa miko-nya
paman?”
“paman tidak tau, tapi menurut
cerita…miko itu gadis kecil seumuran kalian!”
Hiruda mengangguk-angguk, sementara
aku yang mulai bosan lantaran percakapan di hadapanku sama sekali tak menarik
apalagi masuk akal. Aku memainkan benda-benada hijau di hadapanku.
“iih!! Marius! Jangan rusak
daganganya!!”
Hardik hiruda sambil mencubit pelan
lenganku. Aku hanya meringis kesakitan, menjauh dari benada hijau bernama sayur
iu, kemudian mengendarai sepedaku kembali. Aku mengayuh sepedaku mendahului
hiruda yang masih kesusahan membawa sayuran yang sangat banyak itu.
“marii!! Kau ini! Bantu aku! Apa
gunanya kau disini kalau tak membantuku”
Panggil hiruda kesal. Aku memutar
sepedaku dengan malas untuk menjangkau bungkusan plastik dari tangan
hiruda..tapi sebelum semua itu terjadi…
BRAK!!!
Hening…
***
Tangaku
bergetar hebat. Semua mimpi burukku terjadi. Ini semua salahku! Andai aku tak
mengabaikanya, andai aku sedikit lebih peduli denganya! Semua mimpi burukku ini
takkan terjadi!! Lihatlah kenyataanya sekarang!
Hiruda, saudaraku yang paling
kusayangi, orang yang paling berharaga dalam hidupku! Kini malah terbaring
lemah tak berdaya dalam ruang berbau alkohol itu. Tak terhitung berapa jumlah
luka yang merusak kulit mulusnya! Aku menyesal, meskipun kaachan sejak tadi
terus menenangkanku dan berkata semua bukan kesalahanku. Aku tetap terbebani.
Dia terluka karena aku..
Aku
berjalan menjauhi ruanganya. Aku tak sanggup melihat kesusahanya lebih jauh
lagi. Di setiap langkah kakiku, aku hanya menunduk, merenungkan apa yang
terjadi hari ini. Aku melewati sekerumunan orang-orang yang sedang terdiam,
suasana sangat tegang.
“dia tak seharusnya disini anak muda..dia sudah seharussnya
pergi…relakan saja…”
Aku tercegang mendapati seorang
wanita tua. Bahkan sangat tua telah berdiri di hadapanku. Matanya yang penuh
belas kasih kini terlihat menajan saat menatap mataku.aku menegakkan kepala,
kemudian membungkuk mmeberi hormat.
“maaf, apa maksud nenek?”
Tanyaku. Wanita itu kembali
menatapku miris.
“gadis itu milik kami…relakan dia untuk kami…dia tak seharusnya disini…”
Ucap nenek itu sedih. Jujur, aku
tak tega melihat wanita yang kelewat tua memasang wajah sedih begitu seolah
memohon padaku. Tapi…apa yang bisa kulakukan? Wanita ini bicara apa saja aku
tak mengerti! Aku mendekati wanita tua
itu untuk meminta penjelasan akan maksud kalimatnya. Tapi belum sempat aku
menanyakan, sosok wanita tua itu sudah menghilang diantara kerumunan..
Apa
maksudnya? Siapa gadis yang dimaksud nenk itu? Kenapa nada icaranya seolah-olah
berkata aku harus mengembalikan seseorang? Jangan-jangan nenek itu…
-----
Aku
berlari sekuat yang aku bisa menuju satu titik. Setelah menaiki kereta selama
beberap jam, akhirnya aku sampai ke desa itu. Aku tau, tak pantas bagiku-anak
berusia 12 tahun-datang sendirian dengan kereta ke desa antah berantah yang
bahkan asal-usulnya saja tak kuketahui. Apalagi aku pergi saat hiruda—saudaraku
sendiri—sedang terbaring lemas di rumah sakit yang jauh dari sini.
Aku
memacu langkahku lebih kencang lagi. Hingga akhirnya aku berhenti di sebuah
lokasi yang bisa dikatakan sangat luar biasa!
Sebuah pola bintang yang sangat
besar dan berwarna merah ada di sana.
Kurasa semua itu darah, melihat betapa pekatnya warna merah yang ada disana..
“apa…kau miko itu hiru?...”
Tanpa kusadari…cairan bening itu
mulai mengalir melewati pipiku. Sudah cukup…lima hari sudah hiruda terbaring di rumah
sakit. Aku tak mau lagi hiruda merasakan sakit yang lebih dari ini…lebih baik
aku saja yang merasa sakit…
***
Hiruda POV
“hiruda…hiruda adalah anak okaa-san…kembali
pada okaa-san nak..kembalilah…”
Dare?
Dare omae wa? Siapa yang memanggilku? Siapa? Kaachan? Apa itu kaachan? Siapa?
Aku
menyapu sekelilingku dengan pandangan. Terang, sangat terang. Semuanya
menyilaukan sepasang mataku. Tapi ada sosok di depan sana, sosok yang ada di
sisi gelap lokasi anatah brantah ini. Siapa? Sosok itu terlihat sangat gelap.
Ternyata dia, dia yang menyerukan namaku.
“hiruda
bukan miko…hiruda anak okaa-san, ayo kembali nak, kembali ke dimensi-mu
sendiri”
Sosok
itu terus memanggilku dengan kalimat tak jelas. Aku sama sekali tak mengerti!
Sosok itu bercerita tantang dimensi, dan mengajakku untuk kembali! Seseorang!
Kumohon jelaskan padaku apa maksud semua kalimat sosok ini!
“siapa?
Apa maksudmu?”
Tanyaku
tak sabar. Dalam hati aku cemas, tak ada seorangpun disini kecuali diriku dan
sosok itu. Sosok it uterus mendekat. Lama kelamaan wajahnya tertangkap oleh
mataku ini. Sesosok wanita..
“kau..kau
bukan kaachan…”
Tudingku.
Wanita itu memasang wajah sedihnya. Siapa sebenarnya wanita ini? Kenapa ia
begitu ingin aku kembali padanya?
“kita
salah hiruda…dua belas tahun lalu, kau jadi persembahan untuk desa kita.tapi
kita salah, kau bukan miko desa kita, kami-sama menolakmu dan membuangmu ke
dimensi lain, okaa-san mohon, kembali ke dimensimu sendiri… tempat dimana kau
benar-benar berasal, tempat dimana kamu dilahirkan.”
Wanita
itu terus bercerita. Meskipun aku belum benar-benar tau apa yang dimaksud
wanita paruh baya ini. Wanita itu mengulurkan tanganya dan menggenggam
tanganku, ia menarikku dan mengajakku ke cahaya yang lebih besar…
Ketika
tiba-tiba, sepasang tangan yang lain juga melakukan hal yang sama, bedanya, ia
menarikku mundur, menjauhi cahaya besar itu.
“kau
milikku hiruda…kau punya darah yang sama denganku…kau seharusnya bersamaku…”
Marius…pemilik
sepasang tangan itu adalah marius…marius saudara kembarku, marius orang yang
paling berharga bagiku, dan marius yang berarti segalanya bagiku…ia menatapku
dengan tatapa yang tak sepert biasanya, tatapan yang sangat teduh dan penuh
kasih, membuatku tenang saat ia menarikku kembali ke posisi semula.
“ayo kita kembal hiruda…”
***
Author POV
“itu semua darah penduduk desa
kami…”
Ucap wanita tua yang sedang berdiri
di hadapan marius itu. Tampak sedikit ekspresi ketakutan di wajah penuh
keriputnya. Marius mendongak dengan mata yang masih berair.
“nande?”
Tanya marius seraya menghapus air
mata yang terus keluar lewat sudut mataya. Wanita tua itu terus berusaha
tersenyum.
“untuk menyerahkan persembahan…kami
butuh lambang itu, dan kami membuatnya dari darah para penduduk desa….dan
sekarang, seharusnya hiruda bisa kembali ke dimensi asalnya…bagaimana?”
Marius kembali menunduk, semua
cerita itu..kini dipercayainya. 100 persen dipercayainya! Kenapa? Apa karena
semua ini memang nyata?
“apa yang terjadi jika dia kembali
ke dimensinya?”
Wanita itu tersenyum pilu mendengar
pertanyaan marius.
“raganya yang ada di sini saat ini,
akan terlepas dari jiwanya…”
Jawab wanita tua itu perlahan.
Marius terenyak. Ia sama sekai tak rela hiruda diambil begitu saja! Marius
segera bangkit, mensejajarkan tinggi badanya dengan wanita tua itu.
“aku..takkan melepaskan hiruda pada
kalian begitu saja…maafkan aku..”
Marius berlari sekenang-kencangnya.
Semuanya tak boleh terlambat! Hiruda tak boleh pergi! Hiruda harus kembali lagi
ke sisinya-tersenyum sinis lagi padanya, menunjukkan wajah kesal lagi padanya.
Marius tak sedikitpun rela jika hiruda harus diambil dari sisinya.
***
“KAACHAN!
TOUCHAN!! MANA HIRUDA???”
Pekik marius sekan tak sadar bahwa
ia berada di dalam rumah sakit. Ia menerjang masuk ke ruangan hiruda.
“marius! Apa yang kau lakukan?
Hiruda masih keritis!!”
Jerit ibunya tak kalah keras.
Sementara ayahnya sekuat tenaga mencegah anak sulungnya untuk tidak masuk ke
ruangan dimana hiruda di rawat. Namun marius tetap bersikeras, hingga akhirnya
ia berhasil lepas darii cengkraman ayahnya. Marius menghampiri hiruda dengan
tak sabar, ditatapnya wajah hiruda yang penuh luka.
“hiruda…bangun…kamu milik kami…sudah
seharusnya kamu disini…”
Tangis marius. Kedua orang tuanya
hanya menatap miris adegan di hadapan mereka.
“kau milikku hiruda, kau punya
darah yang sama denganku…sudah seharusnya kau bersamaku..”
Marius terus menangis. Ia tak
berhenti menggenggam tangan hirunda hingga akhirnyaa jemari hiruda bergerak,
kedua mata gadis manis itu terbuka sedkit demi sedikit. Senyuman marius
melebar.
“hiruda…yokatta…akhirnya kau bangun
juga”
“marius…aku mau disini saja,
bersama kalian…”
Bisik hiruda lirih. Kini semua
keluarga mereka sudah berkumpul. Hiruda menatap wajah setiap keluarganya satu
persatu.
“kaachan, touchan….aku sangat
senang jadi anak kalian…aku ingin disini terus..selamanya…”
Semuanya mengangguk senang. Air
mata terus membanjir. Namun kali ini adalah air mata kebahagiaan.
-[epilog
1]-
“iihh!!
Marius! Kenapa aku harus naik sepeda denganmu sih??”
Gerutu hiruda sembari membetulkan
letak tas punggungnya. Marius hanya tersenyum kecil tanpa dapat dilihat oleh
hiruda.
“Karena sepeda merahmu hancur kan? Kau mau berjalan
kaki?”
Ejek marius.
Hiruda memanyunkan bibirnya. Kemudian memukul punggung marius kesal.
“aish!! Kau ini!! Aku serius!”
Rajuk hiruda.
“itai! Baiklah-baiklah! Kata
touchan, aku harus memboncengmu”
Akhirnya marius mengalah.
“memang ada yang bisa jamin kalau
bersamamu aku akan aman?”
“ya tidak sih!”
“jadi?”
“ya tidak apa-apa…”
“eh? Memangnya kapan touchan dan
kaachan berkata begitu?”
“tidak sih…mereka tak pernah bilang
begitu!”
Marius tertawa kecil karena
berhasil membuat saudara kembarnya kesal..
“iihh!! Marius!! Aku serius!
Memangnya kau bisa menjamin aku akan aman kalau bersamamu?”
Keluh hiruda sebal. Marius kembali
tertawa, kali ini lebih puas!
“aku tak bisa jamin, tapi demi
apapun akan kuusahakan…”
Balas marius. Kali ini hiruda
terdiam. Hatinya tersntuh mendengar ucapan saudaranya barusan.
“ah! Kau mau merayuku ya? Kau mau
es krim rasa apa hah?”
Kata hiruda menahan senyum.
“kau ada di sini saja, sudah
seperti es krim…”
Jawab marius. Mereka tertawa diatas
sepeda biru yang terus berjalan mendekati sekolah mereka…
-[owari]-
Ah! Ini aneh, tapi mari kita
berandai-andai gimana kalo hiruda lebih milih kembali ke dimensi
sebelumnya…mari kita cekidot!*ditendang*
-[epilog
2]-
Marius berjalan sambil menatap ujung
sepatunya…sepi, andai hiruda masih ada,
pastilah ia tak perlu kesepian
seperti ini. Marius terus menunduk hingga tanpa ia sadari, ia menabrak seorang
wanita berusia sekitar 24 tahun. Wanita itu teramat sangat manis.
“ah! Sumimase…”
Belum sempat marius berkata-kata,
ia tak mampu melanjutkan karena mendapati wajah wanita manis itu.
Familiar….tenggorokan marius tercekat.
“hiru…hiruda…”
Gumma marius sangat pelan. Wanita
itu tampak sangat terkejut.
“apa aku mengenalmu?”
Tanya wanita itu. Marius langsung
tersadar dan menggeleng.
“iie…bisa berkenalan?”
Marius mengulurkan tanganya. Dan
dengan wajah bingung, wanita itu membalas uluran tangan si wanita manis.
“marius yo…”
Ucap marius berusaha tersenyu,.
“un…hiruda riyoko desu…”
-[owari]-
Yeeeiii!!!
MARI KITA TENDANG AUTHOR BERSAMA-SAMAA!!! APAAN MAKSUDNYA BIKIN CERITA GEJE
KAYAK BEGINI?? HAH??? ABAL BANGET TAU KAGAK???
Hyuh, oke deh. Author minta maaf
yang sebesar-besarnya. Apalagi sama semua yang terlibat di dalam fanfic ini,
aku mohon ampuunn!!! Ampuunn!! Silahkan komen untuk protes. Saya terima dengan
lapang dada kok! :”( ni ff jujur aja, pendek banget! Ah! Dan endingnya terserah
kalian mau yang mana. Soalnya ada dua macem!
Oke, arigaCHUU <3